Contoh penerapan nilai pancasila dalam kekuasaan negara - MADE MEKAR EDUCATION
MADE MEKAR EDUCATION

MEDIA BELAJAR ONLINE

Hai, sahabat BACAHUB, baca peoples…

Sebelum membahas penerapan Pancasila dalam pelaksanaan kekuasaan pemerintah ,
Taukah kalian apa yang dimaksud dengan legislative, ekskutif dan yudikatif  ?


Kekuasaan legislatif yaitu kekuasaan untuk membentuk undang-undang dipegang oleh Presiden bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat. 
Undang-undang yang dibentuk harus menjunjung tinggi nilai-nilai ketuhanan, tidak boleh merendahkan martabat manusia, berlaku untuk semua komponen bangsa Indonesia, dirumuskan secara musyawarah mufakat, dan mendorong tercapainya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 

Dalam menjalankan kekuasaan eksekutif yaitu kekuasaan untuk menjalankan undang-undang, dalam sila pertama, pemerintah harus mengusahakan terbinanya kerukunan hidup di antara sesama umat pemeluk agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan dalam sila ketiga, pemerintah memberikan pengakuan terhadap ke-Bhinneka Tunggal Ika-an suku bangsa dan kebudayaan bangsa yang berbeda. Pemerintah mengusahakan permusyawaratan dengan mempertimbangkan pendapat dari masyarakat. Akhirnya, kekuasaan yang dijalankan oleh pemerintah menciptakan kemakmuran rakyat.

Kekuasaan yudikatif adalah kekuasaan untuk mengadili para pelanggar undang-undang. Peradilan di Indonesia berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Perkara yang diputuskan seadil-adilnya atas nama Tuhan Yang Maha Esa. Peradilan tidak memihak,
harus didasarkan atas fakta-fakta yang ada dalam bukti persidangan. Oleh karenanya, putusan peradilan selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, bebas dari kepentingan kelompok, dan meninggikan keadilan sosial.


Kekuasaan inspektif merupakan kekuasaan untuk mengawasi penyelenggaraan negara dalam menjalankan undang-undang. Salah satu lembaga pelaksana kekuasaan inspektif dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hasil pemerinsaan BPK diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sesuai dengan kewenangannya (Pasal 23E Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945). Hal yang demikian mengandung makna, bahwa dalammemeriksa keuangan negara, BPK harus memperhatikan nilai-nilai yang terkandung dalam silasila Pancasila.

Wujud nyata contoh di atas antara lain sebagai berikut:

Misalnya, penerapan sila pertama Pancasila dalam putusan Mahkamah Agung baik dalam kasus perdata maupun pidana yang dimulai dengan kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” (https://putusan.mahkamahagung.go.id/ pengadilan/ mahkamah-agung/direktori, Diunduh Tanggal 28 Desember 2017).

Contoh penerapan sila kedua Pancasila oleh pemegang kekuasaan negara
terlihat antara lain dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2017 Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2018. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan, bahwa dengan persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden dalam Pasal 44 poin a, “Pemerintah dalam melaksanakan APBN Tahun Anggaran 2018 mengupayakan pemenuhan sasaran pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, yang tercermin dalam: penurunan kemiskinan
menjadi sebesar 9,5% - 10,0% (sembilan koma lima persen sampai dengan sepuluh koma nol persen)”.

Dengan pencantuman pasal tersebut, antara Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden berkehendak meningkatkan kulitas manusia Indonesia dengan mengentaskannya dari
kemiskinan. Contoh ini juga berlaku untuk pelaksanaan sila ketiga Pancasila, karena undang-undang ini mencakup seluruh wilayah Indonesia. Juga sesuai dengan sila keempat Pancasila, karena perumusan undang-undang merupakan hasil musyawarah antara Dewan Perwakilan Rakyat dan Presisen. Dan juga selajan dengan sila kelima Pancasila, karena pengentasan kemiskinan merupakan bagian dari upaya keadilan sosial.

Contoh penerapan nilai pancasila dalam kekuasaan negara

Hai, sahabat BACAHUB, baca peoples…

Sebelum membahas penerapan Pancasila dalam pelaksanaan kekuasaan pemerintah ,
Taukah kalian apa yang dimaksud dengan legislative, ekskutif dan yudikatif  ?


Kekuasaan legislatif yaitu kekuasaan untuk membentuk undang-undang dipegang oleh Presiden bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat. 
Undang-undang yang dibentuk harus menjunjung tinggi nilai-nilai ketuhanan, tidak boleh merendahkan martabat manusia, berlaku untuk semua komponen bangsa Indonesia, dirumuskan secara musyawarah mufakat, dan mendorong tercapainya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 

Dalam menjalankan kekuasaan eksekutif yaitu kekuasaan untuk menjalankan undang-undang, dalam sila pertama, pemerintah harus mengusahakan terbinanya kerukunan hidup di antara sesama umat pemeluk agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan dalam sila ketiga, pemerintah memberikan pengakuan terhadap ke-Bhinneka Tunggal Ika-an suku bangsa dan kebudayaan bangsa yang berbeda. Pemerintah mengusahakan permusyawaratan dengan mempertimbangkan pendapat dari masyarakat. Akhirnya, kekuasaan yang dijalankan oleh pemerintah menciptakan kemakmuran rakyat.

Kekuasaan yudikatif adalah kekuasaan untuk mengadili para pelanggar undang-undang. Peradilan di Indonesia berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Perkara yang diputuskan seadil-adilnya atas nama Tuhan Yang Maha Esa. Peradilan tidak memihak,
harus didasarkan atas fakta-fakta yang ada dalam bukti persidangan. Oleh karenanya, putusan peradilan selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, bebas dari kepentingan kelompok, dan meninggikan keadilan sosial.


Kekuasaan inspektif merupakan kekuasaan untuk mengawasi penyelenggaraan negara dalam menjalankan undang-undang. Salah satu lembaga pelaksana kekuasaan inspektif dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hasil pemerinsaan BPK diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sesuai dengan kewenangannya (Pasal 23E Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945). Hal yang demikian mengandung makna, bahwa dalammemeriksa keuangan negara, BPK harus memperhatikan nilai-nilai yang terkandung dalam silasila Pancasila.

Wujud nyata contoh di atas antara lain sebagai berikut:

Misalnya, penerapan sila pertama Pancasila dalam putusan Mahkamah Agung baik dalam kasus perdata maupun pidana yang dimulai dengan kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” (https://putusan.mahkamahagung.go.id/ pengadilan/ mahkamah-agung/direktori, Diunduh Tanggal 28 Desember 2017).

Contoh penerapan sila kedua Pancasila oleh pemegang kekuasaan negara
terlihat antara lain dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2017 Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2018. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan, bahwa dengan persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden dalam Pasal 44 poin a, “Pemerintah dalam melaksanakan APBN Tahun Anggaran 2018 mengupayakan pemenuhan sasaran pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, yang tercermin dalam: penurunan kemiskinan
menjadi sebesar 9,5% - 10,0% (sembilan koma lima persen sampai dengan sepuluh koma nol persen)”.

Dengan pencantuman pasal tersebut, antara Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden berkehendak meningkatkan kulitas manusia Indonesia dengan mengentaskannya dari
kemiskinan. Contoh ini juga berlaku untuk pelaksanaan sila ketiga Pancasila, karena undang-undang ini mencakup seluruh wilayah Indonesia. Juga sesuai dengan sila keempat Pancasila, karena perumusan undang-undang merupakan hasil musyawarah antara Dewan Perwakilan Rakyat dan Presisen. Dan juga selajan dengan sila kelima Pancasila, karena pengentasan kemiskinan merupakan bagian dari upaya keadilan sosial.

Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done

MADE MEKAR